Kisah Nabi Ibrahim a.s dan tetamunya

Sudahkah sampai kepadamu (Muhammad) cerita tetamu Ibrahim (malaikat-malaikat) yang dimuliakan? Ketika mereka masuk ke tempatnya lalu mengucapkan, ‘Salaman’; Ibrahim menjawab, ‘Salamun’ (kamu) adalah orang-orang yang tidak dikenal. Maka dia pergi dengan diam-diam menemui keluarganya, kemudian dibawanya daging anak sapi gemuk (yang dibakar), lalu dihidangkan kepada mereka. Ibrahim berkata, ‘Silakan kamu makan’.”
(Q.S Adz Dzariyat [51] : 24 – 27)

Ini adalah kisah nabi Ibrahim a.s, yang juga telah dipaparkan oleh Allah dalam surat Huud dan Al Hijr, ketika beliau didatangi oleh beberapa orang tamunya. Tamu-tamu tersebut sebenarnya adalah malaikat Jibril, Mikail dan Israfil yang datang dalam rupa lelaki tampan yang kelihatan sangat berwibawa.

Walaupun merasa tidak mengenal mereka, nabi Ibrahim tetap menyediakan penghormatan dan jamuan untuk tetamu-tetamunya itu. Ketika mereka masuk dan mengucapkan “salaman”, beliau menjawabnya dengan jawaban yang lebih baik, yaitu “salamun”. Hal ini sesuai dengan firman Allah:

Apabila kamu dihormati dengan suatu penghormatan maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik, atau balaslah (dengan yang serupa).” (Q.S An Nisaa [4] : 86)

Setelah para tetamunya itu masuk ke dalam rumahnya, beliau segera menemui keluarganya untuk mengambil makanan yang dapat dihidangkan. Lalu beliau keluar dengan membawa hidangan terbaik yang dimilikinya berupa daging anak lembu yang dipanggang. Dengan ramah beliau pun menyuguhkan hidangan itu kepada para tamunya sambil mengatakan, “Silakan kamu makan”.

Kisah ini mengajarkan kepada kita bagaimana seharusnya membalas penghormatan orang lain dan menghormati tamu. Ketika nabi Ibrahim mengucapkan “salamun” pada saat menjawab salam tamunya, hal ini adalah lebih utama karena mengucapkan kata “salamun” lebih baik daripada mengucapkan “salaman”. Demikian halnya ketika kita membalas ucapan “assalamu’alaikum” dengan “waalaikumussalam warahmatullah”, ucapan “assalamu’alaikum warahmatullah” dengan “waalaikumus salam warahmatullahi wabarokatuh”, dan ucapan “assalamu’alaikum warahmatullahi wabarokatuh” dengan ucapan yang sama atau ucapan yang lebih baik.

Melalui kisah ini, kita juga diajarkan tentang tatacara menjamu tetamu. Pada saat menjamu tetamunya, nabi Ibrahim menggunakan ungkapan yang ramah dan pelawaan yang baik. Nabi Ibrahim menghidangkan jamuan dengan cepat di kala tamu tidak menyedarinya. Beliau tidak menjanjikan kepada tamunya bahawa ia akan menghidangkan sesuatu, tapi beliau menghidangkan makanan itu dengan cepat, tanpa basa-basi, dan tanpa perlu diketahui oleh tamunya. Hidangan yang beliau hidangkankan pun merupakan hidangan terbaik yang dia miliki pada saat itu, iaitu daging anak lembu yang dipanggang. Hidangan itu kemudian beliau letakkan di tempat yang mudah dijangkau tetamunya, lalu segera mempersilakan tetamunya itu untuk memakannya dengan mengatakan, “Silakan anda makan”, bukan dengan mengatakan, “Silakan makan kalau anda mau”. Perlakuan dan ungkapan yang ramah tentu membuat tamu tidak merasa kekok dan ragu-ragu.

Hal ini merupakan pelajaran yang sangat berharga dalam kehidupan kita. Dalam sebuah hadits Rosulullah s.a.w pun pernah bersabda, “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tetamunya”.




Kredit:www.kumpulankisah-barasih.bogspot.com
Tags:

Quran

Sesungguhnya Al Qur’an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi kabar gembira kepada orang-orang Mukmin yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar. (Surat Al Isra’:9)

0 comments

Leave a Reply